Scroll Untuk Baca Artikel

Berita

DPPKB Kutim Gelar Podcast, dr. Meitha Togas : Pentingnya 1000 Hari Pertama Kehidupan

387
×

DPPKB Kutim Gelar Podcast, dr. Meitha Togas : Pentingnya 1000 Hari Pertama Kehidupan

Share this article
banner 468x60

KUTAI TIMUR – Edukasi menjadi aspek penting dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, karakter, serta pola pikir manusia. Salah satunya diwujudkan melalui kegiatan edukatif yang kembali digelar Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kutai Timur (Kutim) dengan menghadirkan podcast bertema “Pentingnya 1000 Hari Pertama Kehidupan” di Ruang Multimedia Bangga Kencana.

Hadir sebagai narasumber, Tim Pakar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kutim, dr. Meitha Togas, menegaskan bahwa periode 1000 hari pertama kehidupan (HPK)—yakni 270 hari dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun—merupakan fase emas yang menentukan kualitas generasi Indonesia di masa depan.

banner 468x60

“Kesempatan emas ini tidak boleh dilewatkan. Jika terlewat, dampak terhadap tumbuh kembang anak bisa bersifat permanen, dan masa itu tidak akan bisa diulang kembali,” jelas dr. Meitha.

Ia menekankan bahwa upaya pencegahan jauh lebih murah dibandingkan biaya pengobatan. Karena itu, orang tua perlu memperhatikan asupan gizi ibu hamil, menjaga kesehatan mental calon ibu, hingga memastikan bayi mendapat ASI eksklusif selama enam bulan.

“ASI bukan hanya soal nutrisi, tapi juga stimulasi. Saat anak menyusu, ia mendengar suara ibu, mencium aroma, merasakan sentuhan—semua itu merangsang perkembangan otak,” ungkapnya.

Selain gizi, pola asuh juga sangat berpengaruh. dr. Meitha menyoroti banyaknya kasus keterlambatan bicara (speech delay) pada anak di Kutim akibat kurangnya interaksi dua arah dengan orang tua, terutama karena penggunaan gawai berlebihan.

“Stimulasi dari gadget hanya satu arah, sementara anak membutuhkan interaksi timbal balik. Jika setiap hari hanya terpapar gawai, risiko speech delay meningkat,” tambahnya.

Ia juga menekankan pentingnya lingkungan yang sehat bagi anak. Tekanan dalam keluarga, perilaku negatif orang tua, hingga kurangnya dukungan sosial dapat memicu toxic stress yang berdampak buruk pada tumbuh kembang anak.

“Sering saya sampaikan, masalah bukan pada anak, tapi orang tuanya. Jika orang tua stres dan sering melampiaskan emosi, hal itu pasti memengaruhi perkembangan anak,” tegasnya.

Lebih lanjut, dr. Meitha menilai edukasi pranikah juga perlu diperkuat agar calon orang tua lebih siap secara fisik maupun mental dalam membangun rumah tangga.

“Jika orang tua belum siap tetapi memaksakan diri punya anak, dampaknya bisa fatal bagi tumbuh kembang anak. Hal ini terkait langsung dengan cita-cita menuju generasi emas 2045,” pungkasnya.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *